Oleh MUHAMMAD BUSYROWI ABDULMANNAN
I. PENGERTIAN
A. Menurut bahasa, dari kata : ‘akafa mendapat imbuhan menjadi I’takafa masdarnya I’tikaafan , artinya diam atau timggal sejenak
B. Menurut istilah , ialah sengaja tinggal sejenak (dalam bahasa jawa : ngelengake) di masjid pada bulan ramadhan untuk semata-mata beribadah mengharap pahala dari Allah SWT
II. DASAR HUKUM I’TIKAF
1. QS Al Baqoroh : 125, 187
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ (١٢٥)
125. Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan Jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim[Ialah tempat berdiri Nabi Ibrahim a.s. diwaktu membuat Ka'bah.] tempat shalat. dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud".
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (١٨٧)
187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf[I'tikaf ialah berada dalam mesjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.] dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
2. Hadits yang membahas I’tikaf antara lain diriwayatkan oleh :
a. Imam Bukhori : kurang lebih 32hadits
b. Imam Muslim : kurang lebih 26 hadits
c. Imam Abu dawud : kurang lebih 15 hadits
d. Imam Turmudzi : kurang lebih 7 hadits
Para Ulama sepakat bahwa i'tikaaf disyari'atkan dalam agama Islam dan Nabi SAW selalu mengerjakan sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits.
"Dari 'Aisyah ra, istri Nabi SAW, ia berkata : "Adalah Nabi SAW, biasa i'tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, sampai beliau wafat kemudian istri-istri beliau melaksanakan i'tikaaf sepeninggalnya". (Hadist riwayat Bukhari 2 : 255. Fathul Baari 4 : 271 Nomor 2462. Ahmad 6 : 292 dan Baihaqy 4 : 315, 320).
Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda :
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال :كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعتكف العشر الأواخر من رمضان ، متفق عليه .
" Dari Ibnu Umar ra. ia berkata, Rasulullah saw. biasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan." (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
عن أبي هريرة رضى الله عنه قال كان النبي صلى الله عليه وسلم يعتكف في كل رمضان عشرة أيام فلما كان العام الذي قبض فيه اعتكف عشرين يوما ـ رواه البخاري.
" Dari Abu Hurairah R.A. ia berkata, Rasulullah SAW. biasa beri'tikaf pada tiap bulan Ramadhan sepuluh hari, dan tatkala pada tahun beliau meninggal dunia beliau telah beri'tikaf selama dua puluh hari. (Hadist Riwayat Bukhori).
Maksud dari kalimat Menghidupkan malamnya, artinya beliau sedikit sekali tidur dan banyak melakukan shalat dan dzikir.
Membangunkan istrinya, ya'ni menyuruh mereka shalat malam/tarawih serta melakukan ibadah-ibadah lainnya.
Mengikat kainnya, adalah satu kinayah bahwa beliau sungguh-sungguh beribadah dan tidak bercampur dengan istri-istrinya, karena beliau selalu melakukan iti'kaaf setiap sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, sedangkan orang yang i'tikaaf tidak tidak boleh bercampur dengan istrinya. (Lihat Subulus Salam 2 : 356-357.
Fiqhul Islam Syarah Bulughul Maram 3 : 257-258)."'Aisyah berkata:
Aisyah ra. mengatakan:
« كَانَ رسولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – يَجْتَهِدُ في رَمَضَانَ مَا لاَ يَجْتَهِدُ في غَيْرِهِ ، وَفِي العَشْرِ الأوَاخِرِ مِنْهُ مَا لا يَجْتَهِدُ في غَيْرِهِ ».
"Adalah Rasulullah SAW, bersungguh-sungguh pada sepuluh terakhir (dari bulan Ramadhan) melebihi kesungguhannya di malam-malamnya".(Hadits Shahih riwayat : Ahmad dan Muslim 3 : 176).
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”.[3]
Waktu i’tikaf yang lebih afdhol adalah di akhir-akhir ramadhan (10 hari terakhir bulan Ramadhan) sebagaimana hadits ‘Aisyah, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.”[4]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia, sehingga mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdo’a dan banyak berdzikir ketika itu.[5]
Setiap ibadah yang nashnya sudah jelas dari Al-Qur'an dan Sunnah yang shahih, maka itu pasti mempunyai keutamaan, meskipun tidak disebutkan keutamaannya, begitu pula tentang i'tikaaf, walaupun i'tikaaf itu merupakan taqarrub kepada Allah akan tetapi tidak ditemukan sebuah hadits pun menyatakan keutamaannya.
Berkata Imam Abu Dawud As-Sijistany : "Saya bertanya kepada Imam Ahmad : Tahukah engkau suatu keterangan mengenai keutamaan i'tikaaf ? Jawab beliau : tidak
kudapati, kecuali ada sedikit riwayat, dan riwayat inipun lemah.
(Lihat Al-Mughni, 4 : 455-456 dan Silsilah Ahaadist Dha'ifah dan Maudhu'-ah No. 518).
III. TEMPAT I’TIKAF
Mengenai tempat I’tikaf didapat keterangan dari ulama yang bernamaYazid bin Abdul Qadir Jawas :
1. Tempat I’tikaf ialah (hanya dapat dilakukan) di masjid.
2. Pada zaman Nabi, orang atau keluarga yang beri’tikaf sampai ada yang mendirikan kemah di dalam masjid karena kondisi masjid pada waktu itu masih berupa tanah lapang. Oleh sebab itu ada hukum yang tidak membolehkan hub. Sex suami istri ketika sedang I’tikaf.Mengenai Masjid yang Shah Dipakai Untuk I'tikaaf Para fuqaha' berbeda pendapat mengenai masjid yang shah dipakai untuk i'tikaaf, dalam hal ini ada beberapa pendapat, yaitu : Sebagian ulama berpendapat bahwa i'tikaaf itu hanya dilakukan di tiga masjid, yaitu : Masjid Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha. Pendapat ini adalah pendapat Sa'ad bin Al-Musayyab.
3. Kata Imam Nawawi : "Aku kira riwayat yang dinukil bahwa beliau berpendapat demikian tidak shah". Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Ishaaq dan Abu Tsur berpendapat bahwa i'tikaaf itu shah dilakukan di setiap masjid, yang dilaksanakan pada shalat lima waktu dan didirikan jama'ah.
4. Imam Malik, Imam Syafi'i dan Abu Dawud berpendapat bahwa i'tikaaf itu syah dilaksanakan pada setiap masjid, karena tidak ada keterangan yang shah yang menegaskan terbatasnya masjid sebagai tempat untuk melaksanakan i'tikaaf. Sesudah membawakan beberapa pendapat, kemudian Imam Nawawi berkata : "I'tikaaf itu shah dilakukan di setiap masjid dan tidak boleh dikhususkan masjid manapun juga kecuali dengan dalil.
5. Sedang dalam hal ini tidak ada dalil yang jelas yang mengkhususkannya". (Lihat Al-Majmu' Syahrul Muhadzdzab 6 : 483).
6. Ibnu Hazm : "I'tikaaf itu shah dan boleh dilakukan di setiap masjid, baik di situ dilaksanakan shalat Jum'at atau tidak". (Lihat Al-Muhalla 5 : 193, masalah No. 633).
7. Kata Abu Bakar Al-Jashshash : "Telah terjadi itifaq diantara ulama Salaf, bahwa diantara syarat i'tikaaf harus dilakukan di masjid, dengan perbedaan pendapat diantara mereka tentang apakah masjid-masjid tertentu atau di masjid mana saja (pada umumnya) bila dilihat zhahir firman Allah :"Sedangkan kamu dalam beri'tikaaf di masjid". (QS 2 : 187).
8. Ayat ini membolehkan i'tikaaf d semua masjid berdasarkan keumuman lafadznya, karena itu siapa saja yang mengkhususkan ma'na ayat itu mereka harus menampilkan dalil, demikian juga yang mengkhususkan hanya masjid-masjid Jami' saja tidak ada dalilnya, sebagaimana halnya pendapat yang mengkhususkan hanya masjid-masjid para Nabi (yaitu : Masjid Haram, Masjid Nabawi dan Masjid Al-Aqsha).
9. Karena (pendapat yang mengkhususkan) tidak ada dalilnya, maka gugurlah pendapat tersebut. (Lihat Ahkaamul Qur'an, Al-Jashshash 1 : 285 dan Rawaai'ul Bayaan Fii Tafsiiri Ayaatil Ahkam 1 : 41-215). Menurut jumhur ulama, tidaklah akan shah bagi seorang wanita beri'tikaaf di masjid rumahnya sendiri, karena masjid di dalam rumah tidak bisa dikatakan masjid, lagi pula keterangan yang sudah shah menerangkan bahwa isteri-isteri Nabi SAW, melakukan i'tikaaf di Masjid Nabawi. (Lihat Fiqhus Sunnah 1 : 402).
10. Tentang wanita i'tikaaf di masjid diharuskan membuat kemah tersendiri terpisah dari laki-laki, dan untuk masa sekarang harus dipikirkan tentang fitnah yang akan terjadi bila para wanita hendak i'tikaaf, ikhtilath dengan laki-laki di tempat yang sudah semakin banyak fitnah.
11. Adapun soal bolehnya para ulama membolehkan, dan di usahakan untuk tidak saling pandang-memandang antara laki-laki dan wanita.(Lihat Al-Mughni 4 : 464-465, baca Fiqhul Islam syarah Bulughul Maram 3 : 260)
Kesimpulannya, I’tikaf sah dilakukan di masjid mana pun yang selalu digunakan untuk jamaah sholat lima waktu , baik masjid itu digunakan jumatan atau tidak. Baca pendapat Ibnu Hazm
IV. WAKTU MEMULAI DAN MENGAKHIRI I'TIKAAF
Yazid Al Jawas berpendapat : Maka bila seseorang telah masuk masjid dan berniat taqarrub kepada Allah dengan tinggal di dalam masjid beribadah beberapa saat, berarti ia beri'tikaaf sampai ia keluar. Dan jika seseorang berniat hendak i'tikaaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, maka hendaklah ia mulai masuk masjid sebelum matahari terbenam.
Pendapat yang menerangkan bahwa masuk i'tikaaf sebelum matahari terbenam pada tanggal 20 Ramadhan malam ke 21, adalah pendapat Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya.
(Lihat Syarah Muslim, 8 : 68, Majmu' Syahrul Muhadzdzab 6 : 492. Fathul Baari 4 : 277. Al-Mughni 4 : 489-490 dan Bidayatul Mujtahid 1 : 230). Dalil mereka ialah : Riwayat i'tikaaf-nya Rasulullah SAW di awal Ramadhan, pertengahan dan akhir Ramadhan, kemudian bersabda : "Barangsiapa yang hendak beri'tikaaf bersamaku, hendaklah ia melakukannya pada sepuluh malam terakhir (dari bulan Ramadhan) ..."
(Hadits Shahih riwayat Bukhari 2 : 256 dan Muslim 2 : 171-172) "Sepuluh terakhir", maksudnya ialah nama bilangan malam, dan bermula pada malam ke dua puluh satu atau malam ke dua puluh. (Lihat Fiqhus Sunnah 1 : 403). Tentang Hadits 'Aisyah : "Kata 'Aisyah : "Adalah Nabi SAW, bila hendak i'tikaaf, beliau shalat shubuh dulu, kemudian masuk ke tempat i'tikaaf ".
(Hadist Shahih riwayat Bukhari 2 : 257 dan Muslim 3 : 175). Hadits ini dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat bahwa permulaan waktu i'tikaaf adalah di permulaan siang. Ini menurut pendapat Al-Auza'i, Al-Laits dan Ats-Tsauri. (lihat Nailul Authar 4 : 296). Hadits 'Aisyah di atas maksudnya ialah bahwa Nabi SAW, masuk ke tempat yang sudah disediakan untuk i'tikaaf di masjid setelah beliau selesai mengerjakan shalat Shubuh.
Jadi bukan masuk masjidnya ba'da Shubuh. Adapun masuk ke masjid untuk i'tikaaf tetap di awal malam sebelum terbenam matahari. (Lihat Fiqhus Sunnah 1 : 403). Mengenai waktu keluar dari masjid setelah selesai menjalankan i'tikaaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i waktunya adalah sesudah matahari terbenam (di akhir Ramadhan).
Sedangkan menurut Imam Ahmad disunnahkan ia tinggal di masjid sampai waktu shalat 'Idul Fitri. Jadi keluar dari masjid ketika ia keluar ke lapangan mengerjakan shalat 'Id. Akan tetapi menurut mereka boleh pula keluar dari masjid setelah matahari terbenam. (Lihat Bidayaatul Mujtahid 1 : 230 dan Al-Mughni 4 : 490).
Jadi kesimpulan empat Imam sepakat bahwa i'tikaaf berakhir dengan terbenamnya matahari di akhir Ramadhan. Kata Ibrahim : "Mereka menganggap sunnat bermalam di masjid pada malam 'Idul Fitri bagi orang yang beri'tikaaf pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan, kemudian pagi harinya langsung pergi ke lapangan (untuk shalat I'dul Fitri)". (Baca Al-Mugni 4 : 490-491).
Dan orang yang bernadzar akan beri'tikaaf satu hari atau beberapa hari tertentu, atau bermaksud melaksanakan i'tikaaf sunnat, maka hendaknya ia memulai i'tikaafnya itu sebelum terbit fajar, dan keluar dari masjid bila matahari sudah terbenam, baik i'tikaaf itu di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya.
(Lihat Bidayaatul Mujtahid 1 : 230. Al-Majmu' Syahrul Muhadzdzab 6 : 494. Fiqhus Sunah 1 : 403-404).
Kata Ibnu Hazm : Orang yang bernadzar hendak i'tikaaf pada satu malam atau beberapa malam tertentu, atau ia hendak melaksanakan i'tikaaf sunnat, maka hendaklah ia masuk ke masjid sebelum terbenam matahari, dan keluar dari masjid bila sudah terbitnya fajar. Sebabnya karena permulaan malam ia saat yang mengiringi terbenamnya matahari, dan ia berakhir dengan terbitnya fajar. Sedangkan permulaan siang adalah waktu terbitnya fajar dan berakhir dengan terbenamnya matahari. Dan seseorang tidak dibebani kewajiban melainkan menurut apa yang telah diikrarkan dan diniatkannya.
(Lihat Al-Muhalla 5 : 198 masalah No. 636).
Mana saja hari yang dipilih, sejak tanggal 1 ramadhan s.d. akhir ramadhan. Atau Setiap malam tanggal gasal ( 21, 23, 25, 27, 29 )
Nabi membiasakan selama 10 hari di akhir ramadhan , mulai malam 21 ramadhan)
V. IBADAH SELAMA I’TIKAF
Pada dasarnya semua ibadah bisa dilakukan pada saat I’tikaf, antara lain :
tadarus Al Quran, dzikir, Doa, telaah kitab ( aqidah, tafsir , hadits , fiqh, akhlaq, mawaris , dll ).
Yang pokok ialah merenung ( kontemplasi / taqorrub ilallooh):
1. ialah merenung (bersyukur) atas semua amal baik, untuk ditingkatkan tahun yad.
2. dan merenung ( bertaubat ) atas segala dosa yang telah diperbuat dan minta ampunan, serta berusaha menjauhi pada tahun mendatang
Oleh sebab itu doa kusush I'tikaf ialah : ALLOOHUMMA INNAKA NGAFUWWUN TUHIBBUL NGAFWA FA'FU NGANNIY.
( pada bacaan innaka ngafuwwun jangan ditambah KARIIM, karena itdak ada haditsnya )
Oleh karena itu bagi remaja yang masih punya waktu luang dan orang tua yang telah berumur 60 keatas, I’tikaf adalah waktu yang sangat bagus untuk peningkatan ibadah. Dan agar ada semangat dan gairah alangkah baiknya jika diadakan I’tikaf berjamaah, diorganisir / dibentuk kepanitiaan. Kalau benar-benar cara I’tikaf ini ditangani, saya yakin hasilnya melebihi BATRA ( BASIC TRAINING) PII TEMPO DOELOE atau PENGKADERAN PEMUDA - NA YANG SELAMA INI DILAKU KAN.
VI. ADAB I’TIKAF
1. Selalu berada di dalam masjid, kecuali keperluan mendesak seperti berak, dll. Oleh sebab itu makan berbuka dan makan sahur ( sebaiknya) dikirim oleh keluarga
2. Selalu dalam keadaan suci dari hadats, setiap batal, berwudlu lagi
3. Tidak hubungan sex suami-istri ( jelas untuk kondisi masjid saat sekarang ini tidak mungkin untuk melakukannya).
4. I’tikaf dimulai menjelang maghrib ( malam 21 ramadhan ) berakhir hingga menjelang Shubuh ( malam 29 ramadhan )
5. Walau pun ketentuan dasar I’tikaf waktu I’tikaf sebagaimana tersebut diatas, namun kapan saja masuk masjid dan hanya sekejab , baik di malam atau siangnya di bulan Ramadhan dan diniyatkan I’tikaf. Sudah mencukupi I’tikaf
VIII CONTOH I’TIKAF BERSAMA ( JAMAAH)
Sebulan sebelum ramadhan sudah terbentuk kepanitiaan yang sebaiknya didominasi oleh wa nita, ( hal ini dimaksud agar pesertanya khusus pria ) .
Jadwal I’tikaf berjamaah , sebagai contoh tersebut di bawah ini, mengambil materi Buku Himpunan Putusan Majlis Tarjih :
1. HARI : ……………….., TANGGAL : - - -
1. 15.30 – 19.00 = ta’jil
shalat maghrib berjamaah ( I'tkaf malam pertama )
berbuka puasa
shalat isyak berjamaah
2. 19.00 - 21.30 = session ke 1 : PENGERTIAN/ISTILAH AL HADITS oleh Bp.
3. 21.30 – 23.00 = ssesion ke 2 : tadarus Al Qur’an
4. 23.00 – 24.00 = tidur
2. HARI : ……………….., TANGGAL : - - -
1. 01.00 – 02.00 = tidur
2. 02.00 - 03.00 = Shalat lail / tahajjud berjamaah
3. 03.00 – imsak = makan sahur
4. 04.00 – 06.00 = shalat shubuh berjamaah dan kuliyah shubuh
5. 06.00 – 09.00 = mandi, qoilulah (tidur sejenak)
6. 09.00 - 10.30 = session ke 3 : ROWI, MATAN, SANAD
7. 10.30 – 12.00 = session ke 4 : SEJARAH PERTUMBUHAN HADITS
8. 12.00 – 12. 30 = shalat dhuhur berjamaah
9. 12.30 – 15.00 = tidur siang
10. 15.00 - 16.30 = session ke 5 : HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM
11. 16.30 – 17.30 = mandi sore/ pengajian menjelang ta’jil
12. 17.30 – 19.00 = ta’jil
shalat maghrib berjamaah ( I'tikaf malam kedua )
berbuka puasa
shalat isyak berjamaah
13. 19.00 - 21.30 = session ke 6 : HADITS QUDSI
14. 21.30 - 23.00 = session ke 7 : tadarrus Al Qur’an
15. 23.00 – 24.00 = tidur
3. HARI : ……………….., TANGGAL : - - -
1. 01.00 – 02.00 = tidur
2. 02.00 - 03.00 = Shalat lail / tahajjud berjamaah
3. 03.00 – imsak = makan sahur
4. 04.00 – 06.00 = shalat shubuh berjamaah dan kuliyah shubuh
5. 06.00 – 09.00 = mandi, qoilulah (tidur sejenak)
6. 09.00 - 10.30 = session ke 8 : PENGANTAR ILMU MUSTHOLAH HADITS
7. 10.30 – 12.00 = session ke 9 : KLASIFIKASI HADITS
8. 12.00 – 12. 30 = shalat dhuhur berjamaah
9. 12.30 – 15.00 = tidur siang
10. 15.00 - 16.30 = session ke 10 : KLASIFIKASI HADITS
11. 16.30 – 17.30 = mandi sore/ pengajian menjelang ta’jil
12. 17.30 – 19.00 = ta’jil
shalat maghrib berjamaah ( I'tikaf malam ketiga )
berbuka puasa
shalat isyak berjamaah
13. 19.00 - 21.30 = session ke 11 : MENERIMA / MERIWAYATAN HADITS
14. 21.30 - 23.00 = session ke 12 : tadarrus Al Qur’an
15. 23.00 – 24.00 = tidur
4. HARI : ……………….., TANGGAL : - - -
1. 01. 00 - 03.00 = Shalat lail / tahajjud berjamaah
3. 03.00 – imsak = makan sahur
4. 04. 00 – 02.00 = tidur
2. 02.– 06.00 = shalat shubuh berjamaah dan kuliyah shubuh
5. 06.00 – 09.00 = mandi, qoilulah (tidur sejenak)
6. 09.00 - 10.30 = session ke 13 : PENGERTIAN/MENGENAL SAHABAT
7. 10.30 – 12.00 = session ke 14 : SEJARAH RINGKAS SAHABAT/TABI’IN
8. 12.00 – 12. 30 = shalat Jumat
9. 12.30 – 15.00 = tidur siang
10. 15.00 - 16.30 = session ke 15 :MENGENAL KUTUBUSSITTAH
11. 16.30 – 17.30 = mandi sore/ pengajian menjelang ta’jil
12. 17.30 – 19.00 = ta’jil
shalat maghrib berjamaah ( I'tikaf malam keempat )
berbuka puasa
shalat isyak berjamaah
13. 19.00 - 21.30 = session ke 16 : MENGENAL 6 IMAM HADITS
14. 21.30 - 23.00 = session ke 17 : tadarrus Al Qur’an
15. 23.00 – 24.00 = tidur
5. HARI : ……………….., TANGGAL : - - -
1. 01.00 – 02.00 = tidur
2. 02.00 - 03.00 = Shalat lail / tahajjud berjamaah
3. 03.00 – imsak = makan sahur
4. 04.00 – 06.00 = shalat shubuh berjamaah dan kuliyah shubuh
5. 06.00 – 09.00 = mandi, qoilulah (tidur sejenak) :
6. 09.00 - 10.30 = session ke 18 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 1, 2 3
7. 10.30 – 12.00 = session ke 19 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 4
8. 12.00 – 12. 30 = shalat dhuhur berjamaah
9. 12.30 – 15.00 = tidur siang
10. 15.00 - 16.30 = session ke 20: TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 4
11. 16.30 – 17.30 = mandi sore/ pengajian menjelang ta’jil
12. 17.30 – 19.00 = ta’jil
shalat maghrib berjamaah ( I'tikaf malam kelima )
berbuka puasa
shalat isyak berjamaah
13. 19.00 - 21.30 = session ke 21 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 5
14. 21.30 - 23.00 = session ke 22 : tadarrus Al Qur’an
15. 23.00 – 24.00 = tidur
6 . HARI : ……………….., TANGGAL : - - -
1. 01.00 – 02.00 = tidur
2. 02.00 - 03.00 = Shalat lail / tahajjud berjamaah
3. 03.00 – imsak = makan sahur
4. 04.00 – 06.00 = shalat shubuh berjamaah dan kuliyah shubuh
5. 06.00 – 09.00 = mandi, qoilulah (tidur sejenak)
6. 09.00 - 10.30 = session ke 23 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 5
7. 10.30 – 12.00 = session ke 24 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 6
8. 12.00 – 12. 30 = shalat dhuhur berjamaah
9. 12.30 – 15.00 = tidur siang
10. 15.00 - 16.30 = session ke 25 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 6
11. 16.30 – 17.30 = mandi sore/ pengajian menjelang ta’jil
12. 17.30 – 19.00 = ta’jil
shalat maghrib berjamaah
berbuka puasa
shalat isyak berjamaah
13. 19.00 - 21.30 = session ke 26 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 7
14. 21.30 - 23.00 = session ke 27 : tadarrus Al Qur’an
15. 23.00 – 24.00 = tidur
7. HARI : ……………….., TANGGAL : - - -
1. 01.00 – 02.00 = tidur
2. 02.00 - 03.00 = Shalat lail / tahajjud berjamaah
3. 03.00 – imsak = makan sahur
4. 04.00 – 06.00 = shalat shubuh berjamaah dan kuliyah shubuh
5. 06.00 – 09.00 = mandi, qoilulah (tidur sejenak)
6. 09.00 - 10.30 = session ke 28 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 7
7. 10.30 – 12.00 = session ke 29 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 8
8. 12.00 – 12. 30 = shalat dhuhur berjamaah
9. 12.30 – 15.00 = tidur siang
10. 15.00 - 16.30 = session ke 30: TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 9
11. 16.30 – 17.30 = mandi sore/ pengajian menjelang ta’jil
12. 17.30 – 19.00 = ta’jil
shalat maghrib berjamaah ( I'tikaf malam ketujuh )
berbuka puasa
shalat isyak berjamaah
13. 19.00 - 21.30 = session ke 31 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 10
14. 21.30 - 23.00 = session ke 32 : tadarrus Al Qur’an
15. 23.00 – 24.00 = tidur
8. HARI : ……………….., TANGGAL : - - -
1. 01.00 – 02.00 = tidur
2. 02.00 - 03.00 = Shalat lail / tahajjud berjamaah
3. 03.00 – imsak = makan sahur
4. 04.00 – 06.00 = shalat shubuh berjamaah dan kuliyah shubuh
5. 06.00 – 09.00 = mandi, qoilulah (tidur sejenak)
6. 09.00 - 10.30 = session ke 33 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 11
7. 10.30 – 12.00 = session ke 34 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 12
8. 12.00 – 12. 30 = shalat dhuhur berjamaah
9. 12.30 – 15.00 = tidur siang
10. 15.00 - 16.30 = session ke 35 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB13
11. 16.30 – 17.30 = mandi sore/ pengajian menjelang ta’jil
12. 17.30 – 19.00 = ta’jil
shalat maghrib berjamaah ( I'tikaf malam kesemilan )
berbuka puasa
shalat isyak berjamaah
13. 19.00 - 21.30 = session ke 36 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 14
14. 21.30 - 23.00 = session ke 37 : tadarrus Al Qur’an
15. 23.00 – 24.00 = tidur
9. HARI : ……………….., TANGGAL : - - -
1. 01.00 – 02.00 = tidur
2. 02.00 - 03.00 = Shalat lail / tahajjud berjamaah
3. 03.00 – imsak = makan sahur
4. 04.00 – 06.00 = shalat shubuh berjamaah dan kuliyah shubuh
5. 06.00 – 09.00 = mandi, qoilulah (tidur sejenak)
6. 09.00 - 10.30 = session ke 38 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 15
7. 10.30 – 12.00 = session ke 39 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 15 oleh Bpk.
8. 12.00 – 12. 30 = shalat dhuhur berjamaah
9. 12.30 – 15.00 = tidur siang
10. 15.00 - 16.30 = session ke 40 : TELAAH KITAB HP TARJIH BAB 16
11. 16.30 – 17.30 = mandi sore/ pengajian menjelang ta’jil
12. 17.30 – 19.00 = ta’jil
shalat maghrib berjamaah / takbir (I'tikaf malam kesepuluh)
berbuka puasa
shalat isyak berjamaah
13. 19.00 - 21.30 = session ke 41 : dialog pasca I'tikaf
oleh : Bp.
14. 21.30 - 23.00 = session ke 42 : dialog pasca I'tikaf
15. 23.00 – 24.00 = tidur
10. HARI : ……………….., TANGGAL : - - -
01.00 – 02.00 = tidur
02.00 - 03.00 = Shalat lail / tahajjud berjamaah
03.00 – 04.00 = takbir
04.00 – 06.00 = shalat shubuh berjamaah dan takbir
06.00 - ….. = pulang, persiapan shalat Idul Fithri
Keterangan Penting :
1. Contoh Kepanitiaan
1. Susunan pengurus
a. Ketua
b. Sekret
c. Bendahara
d. seksi
1) konsumsi
2) pencari tutor/penceramah
3) penggalian dana
2. beaya
beaya pokok ialah per peserta :
a. 10 kali minum/sanck ta’jil
b. 10 kali buka puasa 10 kali
c. makan sahur
d. 10 kali snack malam/jaburan tadarus
beaya bisa :
a. iuran per peserta,
b. atau mencari bantuan aghniyak dalam rangka pengkaderan umat / regenerasi pimpinan yang berwawasan IMTAQ
c. atau ditanggung oleh takmir masjid / zakat mal / PDM / PCM / PRM
X. Materi dan peserta
A. materi bisa hanya membahas satu permasalahan (seperti contoh diatas hanya tentang hadits )
B. bisa pula bervariasi, hadts, tafsir, fiqh, tarih, kemuhammadiyahan, sejarah dan metodologi tarjih, dll
C. peserta diutamakan pimpinan muh. /tokohb masyarakat / takmir/ remaja masjid/ utusan dari PCM sekab/kodya, PRM ke kecamatan.
LAILATUL QADR / NUZULUL QUR’AN / I’TIKAF
MUHAMMAD BUSYROWI ABDULMANNAN
1. LAILATUL QADR, artinya : malam kepastian ; malam kemuliaan
2. kata lailatul Qadr dan keterangannya , terdapat pada QS Al Qadr
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ(1)وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ(2)لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ(3)تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّـهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ(4)سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ(5)
Artinya : “sungguh Aku turunkan Al Qur’an pada malam kepastian/kemuliaan . Dan apakah malam yang dipastikan. Malam kepastian lebih baik dari seribu bulan. Semua Malaikat dan Jibril turun pada malam kepastian dengan ijin Tuhannya untuk mengatur setiap urusan. Sejahtera hingga terbit fajar ”.
3. dalam ayat itu dijelaskan :
a. Al Qur’an turun di suatu malam yang ditentukan / kemuliaan
malam jumat ( ada yang menyebut senin ) , 17 Ramadhan / 6 agustus 610 M
b. Keadan malam saat turun wahyu itu jika dibandingkan kebaikan apa saja selama seribu bulan ( 83 tahun 4 bulan, perhitungan qomariyah ) masih lebik baik
c. Pada saat turun wahyu itu semua malaikat turun menyertai Jibril yang menyampaikan wahyu
d. Keadaan yang lebih baik dan penuh berkah dan kesejahteraan itu berlangsung semalam hingga terbit fajar
4. kata Lailatul Qadr, disebut pula Lailatul Mubaarak, dalam QS Ad Dukhan : 3
5. kapan Lailatul Qadr terjadi ,
a. pendapat pertama, hanya terjadi pada waktu Nabi menerima wahyu di gua Hira’,
b. pendapat kedua berulang terjadi setiap ramadhan, dan keadaannya sama ketika wahyu turun , yaitu lebih baik dari seribu bulan , pada tanggal berapa, ulama berbeda pendapat mengingat Nabi tidak secara pasti menyebutkan, diantaranya hadits rwayat Bukhari :
اُرِيْتُ لَيْلَةَ الْقَدَرِ ثُمَّ اُنْسِيْهَا
” aku diperlihatkan Lailatul Qadr, tapi kapan, aku dilupakan Allah ”.
hadits riwayat Bukhari, Mulsim :
تَحَرَّوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الْاَوَاخِرِ مِنَ رَمَضاَنَ
Artinya : “Carilah Lailatul Qadr di malam malam gasal dari sepuluh akhir Ramadhan”.
Rasulullah saw. mewanti-wanti agar umatnya memperhatikan lailatul qadr pada 10 malam terakhir. Beliau bersabda:
« تَحَرَّوْا لَيْلَةَ القَدْرِ في الوَتْرِ مِنَ العَشْرِ الأوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ ».
Carilah lailatul qadr pada tanggal ganjil di sepuluh malam terakhir bulan ramadhan. (HR. Bukhori)
c. Ibnu Arabi dalam Fatkhul Bari berkata, sebenarnya Lailatul Qadr itu tidaklah dapat diketahui oleh siapapun
= terjadi sepuluh hari akhir ramadhan ( malam 21 s.d. malam 30 ), sebagaaimana hadits riwayat Bukhari , Muslim
= terjadi malam tanggal gasal ssetelah tanggal 20, sebagaimana hadits riwayat Ahmad
6. bagaimana keadaannya jika pada suatu malam di bulan Ramadhan itu terjadi lailatul Qadr :
a. tak ada hadits yang menerangkan
b. Ubay bin Ka’ab salah satu sahabat Nabi menerangkan setelah terjadi Lailatul Qadr setelah fajar matahari terbit tanpa sinar yang terik. Namun ini hanya perasan beliau. Kenyataanya , sahabat lain tidak merasakan dan tidak menerangkan.
c. Sebagian lagi menerangkan, bahwa ketika terjadi Lailatul Qadr, angin berhenti, suara binatang malam berhenti, bulan bersinar cerah, tidak mendung, hawa terasa lain dirasakan badan. Namun sumber yang menerangkan itu siapa tidak jelas hanya dari mulut ke mulut. Jadi tak ada dasarnya, dan tak boleh dijadikan pegangan atau dijadikan materi pengajian / khutbah. Membuat perkiraan / pengandaian namanyaTAKHAYUL , kalau kemudian diceritakan turun temurun namanya KHURAFAT. Hal ini perbuatan keliru , kalau kemudian menjadi pegangan umat seterusnya.
7. yang penting bukan apa dan kapan serta bagaimana keadaannya. Tetapi ibadah yang mukhlish ( ikhlas ), bukan ibadah karena tergantung hal hal lain
8. ibadah yang pas menurut sunnah ialah dengan I’tikaf ( baca diktat kami tentang I’tikaf ), memperbanyak doa :
أَلَّلهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَـنِّى
YA ALLAH SUNGGUH ENGKAU MAHA PENGAMPUN, ENGKAU MENCINTAI AMPUNAN, MAKA AMPUNILAH AKU
ADAPUN LAFAL :
أَلَّلهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمُ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَـنِّى
ADALAH BUKAN HADITS , JANGAN DIAMALKAN